PEMBERIAN AMNESTI DAN
MUNCULNYA KEBEBASAN BERPENDAPAT
Pemerintahan Presiden Habibie memfokuskan pada
pengembalian kondisi sosial politik masyarakat ke dalam kondisi normal. Pada
masa pemerintahannya, ada beberapa agenda yang dicanangkan, diantaranya yaitu:
1.
Mengeluarkan
Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 1998 tentang Pemberian Amnesti.
Pada masa pemerintahan
Presiden Habibie, tahanan-tahanan politik Orde Baru yang dimasukkan ke penjara
dengan tuduhan subversif diberikan amnesti dan dibebaskan. Tahanan-tahanan
politik Orde Baru yang diberikan amnesti antara lain yaitu:
a. Sri
Bintang Pamungkas
b. Mochtar
Pakpahan
Isi Keputusan Presiden
Nomor 80 Tahun 1998 tentang Pemberian Amnesti adalah sebagai berikut:
KEPUTUSAN PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 1998
TENTANG
PEMBERIAN AMNESTI DAN ATAU ABOLISI KEPADA SDR.
DR.MUCHTAR PAKPAHAN, S.H.DAN SDR. DR.IR. SRI BINTANG PAMUNGKAS
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa
dalam upaya untuk mewujudkan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang
lebih menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintahan negara, pembangunan
nasional, memperkokoh hak azasi manusia, serta persatuan dan kesatuan bangsa
diperlukan langkahlangkah hukum untuk membebaskan beberapa terpidana dan
tahanan yang terlibat dalam tindak pidana tertentu ;
b. bahwa
setelah mempertimbangkan pendapat dan saran Jaksa Agung dalam suratnya Nomor R-
065/A/SUJA/5/1998 tanggal 22 Mei 1998, Menteri Kehakiman dalam suratnya Nomor
M.UM.01.06- 62 tanggal 23 Mei 1998, dan Ketua Mahkamah Agung dalam suratnya
Nomor KMA/139/5/1998 tanggal 23 Mei 1998, dan sesuai pula dengan pertimbangan
tersebut di atas, dipandang perlu memberikan amnesti dan atau abolisi kepada
Sdr. Dr. Muchtar Pakpahan, SH dan Sdr. Dr. Ir. Sri Bintang Pamungkas ;
Mengingat :Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 14 Undang-Undang Dasar 1945;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERTAMA : Memberikan amnesti dan atau abolisi kepada :
1. Sdr.
Dr. Muchtar Pakpahan, SH ;
2. Sdr.
Dr. Ir. Sri Bintang Pamungkas.
KEDUA : Dengan pemberian amnesti dan atau abolisi ini, maka semua akibat
hukum pidana ataupun tindakan penuntutan yang masih akan dilakukan terhadap
kedua terpidana tersebut pada diktum PERTAMA Keputusan Presiden ini, dihapuskan
dan ditiadakan.
KETIGA : Pelaksanaan Keputusan Presiden ini dilakukan oleh Menteri
Kehakiman dan Jaksa Agung.
KEEMPAT : Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Keputusan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta*33563 pada tanggal 25 Mei 1998 PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
Ttd BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 25 Mei 199 8 MENTERI NEGARA
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA
ttd.AKBAR TANDJUNG LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1998 NOMOR 96
2.
Membentuk Tim
Gabungan Pencari Fakta (TGPF)
Tim Gabungan Pencari
Fakta (TGPF) diketuai oleh Marzuki Darusman, yang pada waktu itu menjabat
sebagai Ketua Komnas HAM.
¨
Tugas TGPF
TGPF bertugas untuk
mencari tahu segala sesuatu yang berhubungan dengan kerusuhan 13-14 Mei 1998 di
Jakarta.
¨
Kedudukan TGPF
TGPF antara lain
membawahi institusi-institusi, seperti:
a.
Departemen Luar
Negeri (Deplu)
b.
Lembaga Bantuan
Hukum (LBH)
c.
Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
d.
Kejaksaan
e.
Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM)
f.
ABRI, dan
g.
Kepolisian
¨
Anggota TGPF
Struktur dan susunan
organisasi adalah sebagai berikut:
1.Ketua/Anggota : Marzuki Darusman,
SH (Komnas HAM)
2.Wakil ketua I/Anggota : Mayjen Pol Drs Marwan Paris,
MBA
(Mabes ABRI)
3.Wakil Ketua II/Anggota : K.H. Dr. Said Aqiel Siradj (NU)
4.Sekretaris/Anggota : Dr. Rosita Sofyan Noer,
MA (Bakom-
PKB)
5.Wakil Sekretaris
I/Anggota : Zulkarnain Yunus, SH
(Depkeh)
6.Wakil Sekretaris
II/Anggota : Asmara Nababan, SH
(Komnas HAM)
7.Anggota : a.Sri
Hardjo, SE (Kantor Menperta)
b.Drs. Bambang W. Soeharto (Komnas
HAM)
c.Prof. Dr. Saparinah Sadli (Komnas
HAM)
d.Mayjen TNI Syamsu D, SH (Mabes
ABRI)
e.Mayjen Pol Drs Da’i Bachtiar (Mabes
ABRI)
f.Abdul Ghani, SE (Deplu)
g.I Made Gelgel, SH (Kejakgung)
h.Dunidja D (Depdagri)
i.Romo I Sandyawan Sumardi, SJ (Tim
Relawan)
j.Nursyahbani Katajsungkana, SH (LBH-
APIK)
k.Abdul Hakim Garuda Nusantara, SH,
LLM (Elsam)
l.Bambang Widjojanto,
SH (YLBHI)
m.Ita F. Nadya (Tim Relawan,
mengundurkan diri sejak permulaan)
¨
Kinerja TGPF
Dalam tugasnya
untuk mengungkapkan kerusuhan Mei 1998, TGPF telah meminta 10 orang pejabat
yang terkait yang bertanggungjawab pada saat kerusuhan 13-15 Mei 1998, yaitu:
1.
Mayjen TNI
Sjafrie sjamsoeddin
2.
Mayjen Sutiyoso
3.
Mayjen (Pol.)
Hamami Nata
4.
Mayjen Zacky
Anwar Makarim
5.
Letjen (Purn.)
Prabowo Subianto
6.
Mayjen Soeharto
7.
Fahmi Idris
(Tokoh Masyarakat)
8.
Brigjen TNI Sudi
Silalahi
9.
Kolonel (Inf)
Tri Tamtomo
10. Jendral TNI Subagyo HS
Namun,
perkembangan politik dan hukum di seputar pengungkapan fakta seputar tragedi
penembakan keempat mahasiswa Trisakti yang menurut hasil uji balistik ditembak
dengan senjata laras panjang merek styer
berjalan sangat lamban, bahkan masih berlangsung sampai saat ini.
3.
Mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di
Muka Umum
Agenda lain yang
dicanangkan oleh Presiden Habibie menyangkut kebebasan berkumpul dan
menyampaikan pendapat di muka umum. Di dalam UUD 1945, hak ini dinyatakan
secara tegas pada pasal 28. Meskipun demikian, pada masa orde baru, aparat
keamanan mempunyai hak untuk membubarkan segala aktivitas yang berhubungan
dengan hak-hak untuk berkumpul dan menyatakan pendapat tersebut. Melihat hal
ini, Presiden Habibie mengeluarkan satu kebijakan, yang tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 yang berisi tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat di Muka Umum. Tata cara berdemonstrasi pun dinyatakan di dalam UU
tersebut. Bentuk penyampaian pendapat di muka umum ini dapat berupa:
1.
Unjuk rasa atau
demostrasi
2.
Pawai
3.
Rapat umum, dan
4.
Mimbar bebas
Dengan terangkatnya
kebebasan berkumpul dan menyatakan pendapat di muka umum kembali, maka
muncullah partai-partai politik dari berbagai golongan dan ideologi. Presiden
Habibie pun merencanakan untuk menggelar perhelatan pemilu yang benar-benar
jujur dan adil. Implementasi ini kemudian terlihat pada tahun 1999, dengan
pelaksanaan pemilu yang mengikutsertakan 48 partai politik di dalamnya. Selain
itu, Presiden Habibie juga Mencabut Undang-Undang Nomor 11/PNPS/1963 Tentang
Pemberantasan Aksi Subversi dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun
1999.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar