A. Pengertian
Plathyhelminthes
adalah salah satu filum yang terdapat pada kingdom animalia. Lebih tepatnya
filum ketiga dari kingdom animalia setelah porifera dan coelenterata.
Plathyhelminthes berasal dari bahasa yunani yaitu dari kata plathy yang artinya
pipih dan helmintes yang artinya cacing. Jadi, plathyhelminthes adalah cacing
yang berbentuk pipih.
Plathyhelminthes
ini hidup bebas di air tawar, air laut, atau tempat lembap dengan cara memakan
sisa-sisa organisme dan tumbuhan atau hewan kecil.
B.
Ciri-Ciri Plathyhelminthes
1. Ukuran
tubuh <1 mm - >20 m
Cacing pipih yang berukuran kecil
contohnya adalah symsagittifera
roscoffensis, dugesia, dan bipalium..
Cacing pipih yang berukuran besar
contohnya adalah taenia saginata dan taenia solium.
2. Bentuk
tubuh Plathyhelminthes
a. Pipih
Dorsoventral
b. Simetri
Bilateral
c. Beruas-ruas
d. Tidak
Beruas-ruas
3. Triploblastik
Tubuh plathyhelminthes terdiri atas 3
lapisan embrionik.
Dari hasil penelitian diketahui
pada Platyhelminthes belum mempunyai rongga tubuh, yaitu
terlihat tubuhnya padat, tanpa rongga antara usus dan tubuh terluar sehingga
digolongkan sebagai triplobastik aselomata (selom = rongga
tubuh)
Plathyhelminthes bisa hidup bebas. Contoh
plathyhelminthes yang hidup bebas yaitu plathyhelminthes berasal dari kelas
turbellaria.
Namun, pada umumnya plathyhelminthes
hidup sebagai parasit baik endoparasit (parasit di dalam tubuh inang) ataupun
ektoparasit (parasit diluar tubuh inang).
Plathyhelminthes yang hidup sebagai
ektoparasit hidup dengan cara memkan
lendir dan sel-sel di permukaan tubuh inang. Inang yang dimaksud adalah
manusia, sapi, babi, anjing, kucing, burung, katak, siput air.
6. Hewan
primitif
Hewan platyhelminthes merupakan hewan
yang paling primitif diantara hewan simetri bilateral lainnya
7. Peka
terhadap cahaya
C. Struktur Tubuh Platyhelminthes
Platyhelminthes
merupakan cacing yang tergolong triploblastik
aselomata karena memiliki 3 lapisan embrional yang terdiri
dari ektoderma, endoderma, dan mesoderma. Namun,
mesoderma cacing ini tidak mengalami spesialisasi sehingga sel-selnya tetap
seragam dan tidak membentuk sel khusus.
1.
Sistem
pencernaan
Sistem pencernaan cacing pipih disebut sistem gastrovaskuler,
dimana peredaran makanan tidak melalui darah tetapi oleh usus. Sistem
pencernaan cacing pipih dimulai dari mulut, faring, dan
dilanjutkan ke kerongkongan. Di belakang kerongkongan ini
terdapat usus yang
memiliki cabang ke seluruh tubuh. Dengan demikian, selain mencerna
makanan, usus juga mengedarkan makanan ke seluruh tubuh.
Selain itu, cacing pipih juga melakukan pembuangan sisa makanan melalui
mulut karena tidak memiliki anus. Cacing pipih tidak memiliki sistem
transpor karena makanannya diedarkan melalui sistem gastrovaskuler. Sementara
itu, gas O2 dan CO2 dikeluarkan dari tubuhnya
melalui proses difusi.
2.
Sistem Syaraf
Ada beberapa macam sistem syaraf pada cacing pipih:
a.
Sistem syaraf tangga tali merupakan sistem syaraf yang
paling sederhana. Pada sistem tersebut, pusat susunan saraf yang disebut
sebagai ganglion otak terdapat di bagian kepala dan berjumlah sepasang. Dari
kedua ganglion otak tersebut keluar tali saraf sisi yang memanjang di bagian
kiri dan kanan tubuh yang dihubungkan dengan serabut saraf melintang.
b.
Pada cacing pipih yang lebih tinggi tingkatannya,
sistem saraf dapat tersusun dari sel saraf (neuron) yang dibedakan menjadi sel
saraf sensori (sel pembawa sinyal dari indera ke otak), sel saraf motor (sel
pembawa dari otak ke efektor), dan sel asosiasi (perantara).
3.
Indera
Beberapa jenis cacing pipih memiliki sistem penginderaan berupa oseli, yaitu bintik mata
yang mengandung pigmen peka terhadap cahaya. Bintik mata tersebut biasanya
berjumlah sepasang dan terdapat di bagian anterior (kepala).
Seluruh cacing pipih memiliki indra meraba dan sel kemoresptor di seluruh
tubuhnya. Beberapa spesies juga memiliki indra tambahan berupa aurikula
(telinga), statosista (pegatur keseimbangan), dan reoreseptor (organ untuk
mengetahui arah aliran sungai).
Umumnya, cacing pipih memiliki sistem osmoregulasi yang disebut
protonefridia. Sistem ini terdiri dari saluran berpembeluh yang berakhir
di sel api. Lubang
pengeluaran cairan yang dimilikinya disebut protonefridiofor yang
berjumlah sepasang atau lebih. Sedangkan, sisa metabolisme tubuhnya
dikeluarkan secara difusi melalui dinding sel.
D. Reproduksi Platyhelmintes
Kali ini saya akan menjelaskan sedikit tentang
reproduksi dari salah kelas dari filum Platyhelminthes. Yaitu dari kelas
Trematoda (cacing hisap) yaitu cacing Fasciola Hepatica.
Trematoda bereproduksi dengan cara seksual, yakni :
a. Cacing dewasa
parasit di hati hewan ternak, kemudian bereproduksi secara seksual dan
menghasilkan telur.
Melalui aliran
darah, telur berpindah ke empedu dan usus, kemudian keluar bersama feses
(tinja)
b.
Telur menetas
menjadi larva bersilia mirasidium
c.
Mirasidium
menginfeksi siput air Lymnaea.
d. Di dalam tubuh
siput, mirasidium menjadi sporosista. Sporosista berkembang menjadi redia.
e. Redia
berkembang menjadi serkaria bersilia, kemudian keluar dari tubuh sipt
dan menempel pada tumbuhan air atau rumput. Serkaria menjadi sista
metaserkaria.
f. Bila sista
metaserkaria yang menempel pada rumput termakan hewan ternak, maka akan tumbuh
menjadi cacing baru di usus ternak. Kemudian melalui aliran darah masuk ke hati
hingga menjadi cacing dewasa.
E. Peranan Platyhelminthes
Pada umumnya Platyhelminthes merugikan karena hidup
parasit di dalam tubuh manusia, hewan ternak, burung dan ikan. Berikut
penjelasannya :
1. Gyrodactylus salaris (salamon fluke) dari kelas monogenea : menyerang
ikan di kolam pembenihan.
2. Schistosoma mansoni (blood flukes) : menyebabkan terjadinya pendarahan pada saat
mengeluarkan feses, menyebabkan kerusakan hati, gangguan jantung dan limpa.
Juga menyebabkan penyakit yang dikenal dengan demam keong diwilayah sulawesi
tengah (danau lindu)
3. Cacing pita taenia saginata, taenia solium, dan dibothriocephalus : hidup parasit di
usus manusia.
4. Schistosoma haematobium (cacing darah) : hidup dalam saluran darah dan
dapat menyebabkan anemia.
5.
Paragonimus westermani (cacing paru-paru) : parasit pada paru-paru.
6.
Echinococcus granulosus : parasit pada usus anjing.
Agar terhindar dari infeksi cacing parasit (cacing
pita) sebaiknya dilakukan beberapa cara, antara lain:
·
Memutuskan
daur hidupnya,
·
Menghindari
infeksi dari larva cacing,
·
Tidak membuang
tinja sembarangan (sesuai dengan syarat-syarat hidup sehat),dan
·
Tidak memakan
daging mentah atau setengah matang (masak daging sampai matang).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar