Rabu, 08 April 2015

PLATYHELMINTHES


PLATYHELMINTHES
  A.   Pengertian

Plathyhelminthes adalah salah satu filum yang terdapat pada kingdom animalia. Lebih tepatnya filum ketiga dari kingdom animalia setelah porifera dan coelenterata. Plathyhelminthes berasal dari bahasa yunani yaitu dari kata plathy yang artinya pipih dan helmintes yang artinya cacing. Jadi, plathyhelminthes adalah cacing yang berbentuk pipih.


Plathyhelminthes ini hidup bebas di air tawar, air laut, atau tempat lembap dengan cara memakan sisa-sisa organisme dan tumbuhan atau hewan kecil.  

             B.    Ciri-Ciri Plathyhelminthes

1.      Ukuran tubuh <1 mm -  >20 m

   Cacing pipih yang berukuran kecil contohnya adalah symsagittifera roscoffensis, dugesia, dan bipalium..
   Cacing pipih yang berukuran besar contohnya adalah taenia saginata dan taenia solium. 

2.      Bentuk tubuh Plathyhelminthes
a.       Pipih Dorsoventral
b.      Simetri Bilateral
c.       Beruas-ruas
d.      Tidak Beruas-ruas

3.      Triploblastik

Tubuh plathyhelminthes terdiri atas 3 lapisan embrionik.

     4.      Aselomata

   Dari hasil penelitian diketahui pada Platyhelminthes belum mempunyai rongga tubuh, yaitu terlihat tubuhnya padat, tanpa rongga antara usus dan tubuh terluar sehingga digolongkan sebagai triplobastik aselomata (selom = rongga tubuh)

     

5.      Hidup bebas maupun sebagai parasit

   Plathyhelminthes bisa hidup bebas. Contoh plathyhelminthes yang hidup bebas yaitu plathyhelminthes berasal dari kelas turbellaria. 

   Namun, pada umumnya plathyhelminthes hidup sebagai parasit baik endoparasit (parasit di dalam tubuh inang) ataupun ektoparasit (parasit diluar tubuh inang). 

   Plathyhelminthes yang hidup sebagai ektoparasit  hidup dengan cara memkan lendir dan sel-sel di permukaan tubuh inang. Inang yang dimaksud adalah manusia, sapi, babi, anjing, kucing, burung, katak, siput air.

6.      Hewan primitif

Hewan platyhelminthes merupakan hewan yang paling primitif diantara hewan simetri bilateral lainnya 

7.      Peka terhadap cahaya

     C. Struktur Tubuh Platyhelminthes
Platyhelminthes merupakan cacing yang tergolong triploblastik aselomata karena memiliki 3 lapisan embrional yang terdiri dari ektodermaendoderma, dan mesoderma. Namun, mesoderma cacing ini tidak mengalami spesialisasi sehingga sel-selnya tetap seragam dan tidak membentuk sel khusus.

1.      Sistem pencernaan

Sistem pencernaan cacing pipih disebut sistem gastrovaskuler, dimana peredaran makanan tidak melalui darah tetapi oleh usus. Sistem pencernaan cacing pipih dimulai dari mulut, faring, dan dilanjutkan ke kerongkongan. Di belakang kerongkongan ini terdapat usus yang memiliki cabang ke seluruh tubuh. Dengan demikian, selain mencerna makanan, usus juga mengedarkan makanan ke seluruh tubuh.
Selain itu, cacing pipih juga melakukan pembuangan sisa makanan melalui mulut karena tidak memiliki anus. Cacing pipih tidak memiliki sistem transpor karena makanannya diedarkan melalui sistem gastrovaskuler. Sementara itu, gas O2 dan CO2 dikeluarkan dari tubuhnya melalui proses difusi.

2.      Sistem Syaraf
Ada beberapa macam sistem syaraf pada cacing pipih:
a.       Sistem syaraf tangga tali merupakan sistem syaraf yang paling sederhana. Pada sistem tersebut, pusat susunan saraf yang disebut sebagai ganglion otak terdapat di bagian kepala dan berjumlah sepasang. Dari kedua ganglion otak tersebut keluar tali saraf sisi yang memanjang di bagian kiri dan kanan tubuh yang dihubungkan dengan serabut saraf melintang.
b.      Pada cacing pipih yang lebih tinggi tingkatannya, sistem saraf dapat tersusun dari sel saraf (neuron) yang dibedakan menjadi sel saraf sensori (sel pembawa sinyal dari indera ke otak), sel saraf motor (sel pembawa dari otak ke efektor), dan sel asosiasi (perantara).

3.      Indera
Beberapa jenis cacing pipih memiliki sistem penginderaan berupa oseli, yaitu bintik mata yang mengandung pigmen peka terhadap cahaya. Bintik mata tersebut biasanya berjumlah sepasang dan terdapat di bagian anterior (kepala).
Seluruh cacing pipih memiliki indra meraba dan sel kemoresptor di seluruh tubuhnya. Beberapa spesies juga memiliki indra tambahan berupa aurikula (telinga), statosista (pegatur keseimbangan), dan reoreseptor (organ untuk mengetahui arah aliran sungai).
Umumnya, cacing pipih memiliki sistem osmoregulasi yang disebut protonefridia. Sistem ini terdiri dari saluran berpembeluh yang berakhir di sel api. Lubang pengeluaran cairan yang dimilikinya disebut protonefridiofor yang berjumlah sepasang atau lebih. Sedangkan, sisa metabolisme tubuhnya dikeluarkan secara difusi melalui dinding sel

   D.    Reproduksi Platyhelmintes

Kali ini saya akan menjelaskan sedikit tentang reproduksi dari salah kelas dari filum                    Platyhelminthes. Yaitu dari kelas Trematoda (cacing hisap) yaitu cacing Fasciola Hepatica.

Trematoda bereproduksi dengan cara seksual, yakni :

a.  Cacing dewasa parasit di hati hewan ternak, kemudian bereproduksi secara seksual dan menghasilkan telur.
Melalui aliran darah, telur berpindah ke empedu dan usus, kemudian keluar bersama feses (tinja)
b.    Telur menetas menjadi larva bersilia mirasidium
c.    Mirasidium menginfeksi siput air Lymnaea.
d.  Di dalam tubuh siput, mirasidium menjadi sporosista. Sporosista berkembang menjadi redia.
e. Redia berkembang menjadi serkaria bersilia, kemudian keluar dari tubuh sipt dan menempel pada tumbuhan air atau rumput. Serkaria menjadi sista metaserkaria.
f.   Bila sista metaserkaria yang menempel pada rumput termakan hewan ternak, maka akan tumbuh menjadi cacing baru di usus ternak. Kemudian melalui aliran darah masuk ke hati hingga menjadi cacing dewasa.

   E.    Peranan Platyhelminthes
      Pada umumnya Platyhelminthes merugikan karena hidup parasit di dalam tubuh manusia, hewan     ternak, burung dan ikan. Berikut penjelasannya :

1.   Gyrodactylus salaris (salamon fluke) dari kelas monogenea : menyerang ikan di kolam pembenihan.

2.  Schistosoma mansoni (blood flukes) : menyebabkan terjadinya pendarahan pada saat mengeluarkan feses, menyebabkan kerusakan hati, gangguan jantung dan limpa. Juga menyebabkan penyakit yang dikenal dengan demam keong diwilayah sulawesi tengah (danau lindu)

3.     Cacing pita taenia saginata, taenia solium, dan dibothriocephalus : hidup parasit di usus manusia.

4.  Schistosoma haematobium (cacing darah) : hidup dalam saluran darah dan dapat  menyebabkan anemia.

5.      Paragonimus westermani (cacing paru-paru) : parasit pada paru-paru.

6.      Echinococcus granulosus : parasit pada usus anjing.

Agar terhindar dari infeksi cacing parasit (cacing pita) sebaiknya dilakukan beberapa cara, antara lain:
·         Memutuskan daur hidupnya,
·         Menghindari infeksi dari larva cacing,
·         Tidak membuang tinja sembarangan (sesuai dengan syarat-syarat hidup sehat),dan
·         Tidak memakan daging mentah atau setengah matang (masak daging sampai matang).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar